Sejak kecil, manusia hidup dikelilingi oleh cerita. Menurut saya, cerita merupakan saluran komunikasi yang sangat efektif untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, sekaligus menyampaikan pesan dengan pengaruh yang besar. Dari buku Sapiens juga saya belajar bahwa manusia sudah mulai bercerita sejak revolusi kognitif pada peradaban 70.000 tahun yang lalu. Cerita memungkinkan kita untuk berimajinasi, memperdalam pemahaman terhadap dunia disekitar, dan mengembangkan struktur sosial. Secara keseluruhan, cerita sangat penting bagi keberlangsungan suatu kelompok masyarakat.
Oleh karena itu, ketika saya sekilas melihat buku “Menulis dan Berpikir Kreatif cara Spiritualisme Krtitis” yang ditulis oleh Ayu Utami, saya memutuskan untuk membelinya agar dapat belajar bercerita dengan lebih baik. Pilihan saya ternyata tepat. Buku ini memang merupakan panduan bagi mereka yang ingin mengarang dan menulis cerita. Yang saya suka, buku ini tidak hanya mengajar teknik menulis, tetapi juga mendorong kita untuk berpikir kreatif secara otentik. Adapun beragam ilustrasi dalam buku ini yang membuatnya menyenangkan untuk dibaca.
Dalam tulisan kali ini, saya ingin meringkas pelajaran yang ku petik dari buku ini:
Tentang Spiritualisme Kritis
Seperti halnya spiritualisme, kreativitas memerlukan sikap terbuka, tanpa perintah dan larangan, terbuka atas segala kemungkinan dan hal tak terduga, dan berani berksperimen. Ia datang dari dalam. Hal ini tidak dapat diajarkan, melainkan hanya dapat dialami dan disadari. Belajar formula hanya akan menghasilkan karya tiruan. Jalan spiritual mengajak kita untuk mencari suara diri sendiri, dibanding sekedar hal-hal untuk ditiru. Mencari suara kita dimulai dengan kejujuran dan keberanian.
Dalam penulisan, struktur menjadi alat bantu dan panduan supaya tidak hilang arah.
Pada dasarnya, deskripsi memiliki unsur:
- Kognisi: Pengetahuan 5W 1H
- Sensori: Panca-indra
- Afeksi: perasaan yang timbul
Ada pun luas pengertian, serta keinginan untuk menggambarkan makna subjektif tertentu dengan data objektif yang ada.
Roh
Ide mulai dari dorongan. Ini adalah sumber energi dan gerakan dari dalam. Hal yang membuat kita semangat, cemas, marah, sedih, senang, dll. Renungkan dorongan dengan sejumlah pertanyaan lanjutan dan rumuskan hal yang ingin diceritakan.
Tentukan tujuan. Tujuan penting untuk memberi arah dan mengukur salah/benarnya penulisan.
Renungkan orientasimu secara eksterior dan interior. (eksterior) Lihat hubunganmu dengan dunia - apa yang kamu tawarkan dan yang dibutuhkan orang. (interior) tentukan koordinatmu diantara dikotomi kutub kompas batin yang harus diseimbangi dan dikompromikan (ie. abstrak/konkret, objektif/subjektif, penting/menarik).
Mengelola ide (menggunakan bank ide)
Ada 4 pola pikir:
- ⃞ Kotak mengenal batas wilayah. Sadari kotak mana kita berada, memetakan masalah lewat pemisahan.
- ╳ Persilangan terjadi titik temu. Gabungkan beragam hal dan ciptakan pemahaman dalam dimensi baru, memetakan masalah dalam relasi.
- ∥ Asosiasi mencari kesamaan dan kedekatan dari dual hal (ie. kiasan/alegori/analogi) berguna untuk mewujutkan ide
- >< Oposisi adanya kutub yang berlawanan, melihat dualitas. Hanya diterapkan untuk perkara abstrak/konseptual, bukan konkret.
Memetakan lemari ide:
- Gambarkan hati (dorongan) pada koordinat 0,0. Kemudian garis lintang dan bujur untuk kutub abstrak-konkret di garis vertikal dan laumpau-depan di garis horisontal.
- Lalu tempatkan tema yang berhubungan pada dorongan tersebut di wilayah peta. (ie. kekerasan, kegagahan, perbudakan, kemiskinan, sejarah, filsafat, kultur..)
Gunakan lemari ide untuk mengembangkan wawasan tentang dorongan tersebut, dan memperkaya cerita.
Kerangka tulang (struktur)
Struktur lebih dari sekedar sinopsis. Ci-luk-ba memberi kita struktur tiga bagian:
- Ci: Pengenalan/rangsangan - siapa tokoh dan bagaimana ia dikenalkan dan terlibat?
- Luk: Ketegangan Klimaks - ada kemungkinan situasi berakhir baik atau buruk. Bisa saja tokoh ingin sesuatu (aktif) atau terjebak dalam masalah (pasif). Apa data yang diungkap secara bertahap supaya ketegangan meningkat?
- Ba: Klimaks-Resolusi. Berikan kejutan manis. Apakah berakhir baik/buruk?
Membangun daging
Mengorganisir informasi demi kenikmatan pembaca. Kenikmatan berhubung dengan keindahan, ketegangan, proporsi pas.
Cara mengintensifikasi ketegangan kecil:
- Jelajahi pengalaman saat kanak-kanak. Meskipun sepele, segala hal yang baru tampak besar dan tak terduga, membuat kita berdebar-debar.
- Tambahkan kepentingan dan risiko taruhan bagi tokoh.
- Merangkai klimaks-klimaks kecil yang meningkat sebelum klimaks puncak.
Proporsi: seperti makluk hidup, yang efisien datang dengan keseimbangan simetris dan struktur tiga bagian. Besarnya kepala, tubuh, dan ekor memiliki kegunaan masing-masing (badan panjang membelit seperti ular, pendek dan tergenggam seperti kodok, dll)
Latihan Fokus: pikirkan 1 peristiwa, lokasi dan waktu. Kembangkan potensi tersebut secara maksimal. Potong tokoh, karakter, alur yang tidak terlalu penting.
Tokoh: bisa berbentuk apa saja (manusia, personifikasi benda, narator). Miliki karakter yang konsisten, dan jika perilaku berubah, harus ada peristiwa penting yang menyebabkan itu. Sifat karakter harus menambah perkembangan ketagangan cerita, jangan dibuat sia-sia. Karakter meyakinkan harus memiliki luas pengetahuan, kapasitas sudut pandang, kebiasaan, kelebihann, keterbatasan, sikap dan gaya bahasanya sendiri. Fungsi utama dialog adalah menghidupkan tokoh. Masukan dimensi irasional supaya menarik (nafsu, kecemasan, keinginan, harapan berlebih, kesombongan, keraguan), jangan terlalu idealis. Gabungkan perspektif non-rasional karakter dengan peristiwa eksterior, untuk membentuk asosiasi dan makna baru yang lebih surealis.
Deskripsi menggambarkan sesuatu (ie. warna, suhu) sedangkan Narasi menuturkan jalan peristiwa (ada unsur waktu dan urutan). Dialog interior / percakapan batin juga bisa membangun suasana hati dengan gambaran dunia luar (ie. gelap, cerah, hangat). Penjelasan memberi pengertian dan informasi, sedangkan Peristiwa mengajak pembaca untuk mengalami. Fokus pada peristiwa, karena dapat lebih memanjakan indra, kognitif, afektif.
Kulit
Membalut daging dengan bahasa yang pas, bukan sekedar indah. Mereka datang dari kebutuhan / tujuan penulisan / pembaca (puitis, lugas, sederhana, kasar, penjelasan, dll). Eksperimentasikanlah gaya bahasa tanpa harus menerangkannya.
Sadari penggunaan kiasan di semua hal yang kita alami. (ie. jantung pecah, tangan membeku, nyawa tertinggal, kaki kesemutan, puncak kejayaan). Semua mekanisme persepsi dan berpikir manusia hanyalah sebuah kiasan/asosiasi. Kita bisa membandingan apapun tanpa batas. Terpengaruhi juga oleh suasana batin dan sikap tokoh.
Bunyi & ritme bahasa. Bunyi memiliki sifat, dan ritme berupa panjang/pendek, tekanan, dan tempo. Tulisan yang bermusik dapat membantu penyerapan pembaca (ie. “bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi”).
- Ritme satu ketukan bisa membangun suasana tegang yang meningkat (ie. tetesan air, rasa menahan nafas, tetesan air yang semakin tak wajar, alarm, kalimat tak lengkap).
- Ritme tiga ketukan / birama ganjil berbentuk kejutan dan memecah rutinitas.
- Ketukan berulang menghasilkan ‘aliran’ yang membangun suasana.
Penyulaman
Maksimalkan imaji-imaji untuk bermunculan beberapa kali (awal, tengah, akhir) untuk memperkuat ikatan cerita. Semua elemen cerita harus menopang kerangka (daging) dan tidak sia-sia.
Dampak
Saya melihat buku ini sebagai panduan dan ajakan oleh Ayu. Lebih dari susunan kata-kata manis, menulis adalah berpikir dan bersikap. Semua elemen seperti ide, kerangka, tokoh, peristiwa, kiasan, ritme, masuk dan berkerjasama untuk menghidupkan cerita yang menyenangkan.
Beberapa contoh karya penulisan yang terlampir di buku ini sangat berkesan. Membaca buku ini meningkatkan apresiasiku terhadap sastra lisan sekaligus menumbuhkan penghargaan yang lebih dalam terhadap keindahan bahasa Indonesia. Terakhir kali saya hadir dalam kelas sastra Indonesia adalah saat SMA. Siapa sangka, saya kini merindukannya 🙈.